Sabtu, 11 Desember 2010

Jampok

Saya suka sekali mengamati orang-orang yang ada di sekeliling saya, termasuk saat menjadi penumpang dalam angkutan umum yang dalam seminggu saya menjadi pelanggannya kurang lebih dua kali. Saat berinteraksi dengan orang yang umumnya saya tidak kenali, merupakan pengalaman yang unik sekaligus menjadi catatan cerita tersendiri dalam memori. Maka suatu ketika, seorang gadis hitam manis masuk ke dalam angkutan yang telah telebih dahulu saya tumpangi. Sambil mencuri-curi amat, saya mengamati gerak-geriknya. Kami duduk berhadapan satu sama lain sementara saya mencoba bersikap ramah. Saya simpulkan sedikit senyum. Ya, hanya sedikit, karena saya takut senyuman itu tak dibalas. Saya termasuk seorang yang menghargai senyuman meskipun sedikit dan pengalaman mengajarkan saya bahwa tersenyum lebar belum tentu dibalas dengan niat ikhlas yang sama! Malah saya pernah dicuekin! Hiks. Kali itu, benar seperti ketakutan saya, gadis itu hanya membalas senyuman saya dengan senyuman yang jauh lebih irit dan tatapan matanya yang bulat dengan bulu mata dibuat lentik dan lensa kontak hijau menyamarkan korneanya menatap saya dari ujung rambut sampai ujung kaki tak berkedip! Jelas saya jadi merasa aneh. Kamilah hanya penumpang yang ada di sana. Saya pun akhirnya jadi ikut mengamatinya dari ujung kepala sampai kaki. Sementara matanya mengarah ke luar jendela, saya semakin asik memperhatikan sikap dan penampilannya. Dengan kerudung ungu, kemeja ungu, rok beludru ungu, tas berbahan plastik hitam, sepatu ungu berpita, dan kalung JAMPOK besar tergantung di dadanya menjulur dari rantai hitam plastik. Hahahahahahaha. Kalau di daerah saya, jampok itu memiliki dua makna yang amat penting. Pertama, burung hantu yang cenderung bersifat percaya diri tinggi, kedua, narsis atau lebih tepatnya terlalu cinta diri sendiri dan percaya diri berlebihan. ‘Jampok’ adalah istilah yang biasa digunakan kalangan muda Aceh untuk pengertian yang cenderung negatif dan aneh. Oalah, jelas style saya kalah dari dia. Tingkat ke-matching¬-annya dalam berpakaian tiga tingkat lebih tinggi dari saya! Patutlah saya merasa aneh. Tapi, ternyata lucu juga seseorang yang berpakaian kelewat matching warna, terlebih menggantungkan kepercayaan dirinya di dalam kalung. Hehehe. Benar-benar suatu keunikan yang aneh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar