Kamis, 10 Maret 2011

Psikologi Pendidikan

1 & 2 Psikologi Pendidikan
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami sesama manusia, dengan tujuan untuk dapat memperlakukannya lebih tepat. Pengetahuan psikologis mengenai anak didik dalam proses pendidikan adalah hal yang sangat diperlukan bagi para pendidik guna peserta didik mampu menerima pendidikan yang ditransfer dengan baik. Pembahasan mengenai psikologi pendidikan telah banyak dimaknai dalam berbagai buku oleh para ahli psikologi, yang pada dasarnya pembahasan mengenai hal tersebut cenderung sama. Samuel Smith telah mengadakan studi terhadap 18 buku psikologi pendidikan berdasarkan standard textbooks dan menggolongkan persoalan yang dibahas oleh para ahli menjadi 16 macam:
No. Pokok Bahasan Banyaknya bab yang membahas
1. The science of Educational psychology 16
2. Heredity 20
3. Physical structure 22
4. Growth 38
5. Behavior processes 28
6. Nature and scope of learning 42
7. Factors tat condition learning 61
8. Law and theories of learning 24
9. Measurement: basic principles and definition 16
10. Transfer of Training : subject matter 30
11. Practical aspect measurement 35
12. Element of statistics 7
13. Mental hygiene 44
14. Character Education 35
15 Psychology of secondary school subject 22
16.
Psychology of elementary school subject


SIFAT SIFAT UMUM AKTIVITAS MANUSIA
a. Perhatian
Adalah pemusatan tenaga psikis tertuju kepada suatu objek. (Stern 1950, p.653 dan Bigot, 1950, p.163). perhatian juga dapat didefinisikan atas banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktivitas yang dilakukan.
Sebagai contoh:
Dia mengamati materi yang dijelaskan oleh dosennya dengan penuh perhatian.
Perhatian terbagi menjadi tiga macam:
1. Atas dasar intensitas (perhatian intensif & perhatian tidak intensif)
2. Atas dasar cara timbul (perhatian spontan dan perhatian sekehendak)
3. Atas dasar luasnya objek (perhatian terpencar (distributif) & perhatian terpusat (konsentratif)).
Hal-hal yang menarik perhatian dapat dipandang baik dari segi subjek maupun objek. Dari segi objeknya, perhatian dimaknai sebagai hal yang keluar dari konteksnya. Dari segi subjek, maka perhatian dapat dirumuskan sebagai hal-hal yang bersangkut-paut dengan kebutuhan itu menarik perhatian.
b. Pengamatan
Mengamati adalah aktivitas yang dilakukan oleh manusia untuk lebih memahami dunia yang ditempati dengan melihat, mendengar, membau, dan mengecap. Oleh karena itu dapat dirangkum sebagai:
- Penglihatan
Menurut objeknya, penglihatan digolongkan menjadi tiga golongan:
1. Melihat bentuk
(1) Hubungan objek pokok dan latar belakang
a. Objek pokok lebih berbentuk, latar belakang kurang berbentuk
b. Objek di depan, latar belakang di belakang
c. Latar belakang cenderung untuk meluas di belakang objek pokok;
d. Contour termasuk pada daerah objek pokok, bukan pada latar belakang;
e. Objek pokok lebih berkesan, lebih mudah diingat, lebih cenderung untuk punya arti.
(2) Hukum-hukum Gestalt penglihatan
a. Hukum keterdekatan
b. Hukum ketertutupan
c. Hukum kesamaan
(3) Peranan sikap batin subjek
(4) Konstansi bentuk
2. Melihat dalam
Melihat objek berdimensi tiga. Gejala yang terpenting ialah konstansi besar.
3. Melihat warna
(1) Nilai afektif warna
(2) Nilai lambang warna

- Pendengaran
Mendengar adalah menangkap bunyi-bunyi (suara) dengan indera pendengar. Pendengaran dan suara itu memelihara komunikasi vokal antara makhluk yang satu dengan yang lain. Bunyi berfungsi sebagai:
(a) Sebagai tanda (signal)
(b) Sebagai lambang

- Rabaan
Istilah raba memiliki makna ganda:
(a) Meraba, sebagai perbuatan aktif, yang meliputi juga indera keseimbangan atau kinestesi, dan
(b) Pengalaman raba secara pasif

- Pembauan (Penciuman)
Adalah aktivitas mengamati bau melalui organ hidung manusia. Henning (1924) membedakan adanya nam macam bau pokok, yaitu:
1) Bau bunga (blumig)
2) Bau akar (warzig)
3) Bau buah (cruchig)
4) Bau getah (harzig)
5) Bau busuk (faulig)
6) Bau sangit (brenzlich)
Ke enam variasi itu digambarkan dengan prisma bau, (Stern : das psychologis che Geruchprisma)
Swaatdeaker (Kohntamm dkk., 1955: 103) menggolongkan bau ke dalam sembilan macam:

(1) Bau etheris
(2) Bau aromatis
(3) Bau bunga
(4) Bau amber
(5) Bau bawang
(6) Bau sangit
(7) Bau kapri
(8) Bau tak sedap
(9) Bau memuakkan

Kesembilan macam tersebut diklasifikasikan oleh Nague menjadi tabel berikut:
I. Bau makanan (nutritif) II. Bau seksual III. Bau pernapasan (respiratif)
• Etheris • Bunga • Bawang
• Aromatis • Amber • Sangit
• Memuakkan • Kapril • Tak sedap

- Pencecapan
Variasi pencecapan itu dibedakan ke dalam banyak hal. Namun yang paling pokok adalah:
1) manis
2) asam
3) asin
4) pahit

c. Tanggapan dan Variasinya
Tanggapan adalah bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan (Bigot dkk, 1950: 72)


Perbedaan antara tanggapan dan pengamatan
Tanggapan Pengamatan
1. Cara tersedianya objek tersebut representasi. 1. Cara tersedianya objek disebut presentasi.

2. Objek tidak ada pada dirinya sendiri tetapi ada (diadakan) pada diri subjek yang menanggap. 2. objek ada pada dirinya sendiri.
3. Objek hanya ada pada dan untuk subjek yang menanggap. 3. objek ada bagi setiap orang.
4. Terlepas dari unsur tempat, keadaan dan waktu. 4. terikat pada tempat, keadaan dan waktu.

Bayangan terpecah atas:
• Bayangan pengiring, bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu warna. Terdiri atas: bayangan positif dan negatif.
• Bayangan Eidetik, bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga menyerupaipengamatan.

d. Fantasi
Didefinisikan sebagai daya untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan yang sudah ada, dan tanggapan baru itu tidak harus sesuai dengan benda-benda yang ada. Fantasi dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:
(1) fantasi tak disadari (Fantasi yang terjadi dengan tak disengaja.)
(2) fantasi disadari (Fantasi yang terjadi dengan disengaja, baik secara aktif maupun pasif). Fantasi yang disadari secara aktif tersebut dibedakan menjadi dua macam, yakni fantasi mencipta dan fantasi terpimpin.
Fantasi memiliki kegunaan yang sangat besar, yaitu:
a) Fantasi memungkinkan orang menempatkan diri dalam hidup kepribadian oran lain, sehingga dapat dipahami sesama manusia.
b) Fantasi memungkinkan orang untuk menyelami sifat-sifat kemanusiaan pada umumnya, dengan demikian maka dapat memahami kebudayaan asing, memahami nilai-nilai kemanusiaan ada umumnya.
c) Fantasi memungkinkan orang untuk melepaskan diri dari ruang dan waktu.
d) Fantasi memungkinkan manusia untuk menciptakan sesuatu yang dikejar, membentuk masa depan yang ideal dan berusaha merealisasikannya.
e. Ingatan
Secara teori, ada tiga aspek dalam berfungsinya ingatan, yaitu:
1. Mencamkan, yaitu menerima kesan-kesan.
2. Menyimpan kesan-kesan, dan
3. Mereproduksikan kesan-kesan.
Atas dasar kenyataan tersebut, maka ingatan didefinisikan sebagai kecakapan menerima, menyimpan, dan mereproduksikan kesan-kesan. Mencamkan menurut terjadinya dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni mencamkan yang sekehendak dan mencamkan yang tidak sekehendak. Faktor-faktor lain yang menambah atau mempertinggi pencaman, yaitu:
1. Mneumotechnik atau titian ingatan, yaitu dengan aka l dicari jalan supaya bahan yang dihafal mudah dicamkan seperti misalnya untuk menghafal nada-nada.
2. Penggolongan secara rythmis.
3. Penggolongan kesatuan dalam ruang (secara ruang).
4. Penggolongan menjadi kumpulan-kumpulan yang berarti.
Mengingat dan lupa biasanya juga ditunjukkan dengan retensi, karena sebenarnya kedua hal tersebut hanyalah memandang hal yang satu dengan yang lain dari segi berlainan. Hal yang diingat adalah hal yang hal yang tidak dilupakan, dan hal yang tidak dilupakan adalah hal yang tidak diingat (tak dapat diingat kembali).
Reproduksi adalah pengaktifan kembali hal-hal yang dicamkan. Dalam reproduksi ada dua bentuk, yaitu:
a) mengingat kembali (recall), yakni adanya objek yang dapat dipakai sebagai tumpuan atau pegangan dalam melakukan reproduksi itu.
b) mengenal kembali (recognition), yakni adanya sesuatu yang dapat dipakai sebagai tumpuan dalam melakukan reproduksi itu sebagai objek untuk mencocokkan.
Asosiasi adalah hubungan antara tanggapan yang satu dengan tanggapan yang lainnya dalam jiwa. Menurut ahli psikologi, asosiasi antara tanggapan-tanggapan itu memiliki kekuatan halus yang menyebabkan adanya “panggilan” tanggapan lain dan memasukkannya ke dalam kesadaran apabila salah satu dari tanggapan itu masuk ke dalam kesadaran.

Hukum-hukum asosiasi antara lain:
a) hukum sama saat atau serentak; beberapa tanggapan yang dialami dalam waktu bersamaan cenderung untuk berasosiasi antara satu dengan lainnya.
b) hukum berurutan: beberapa tanggapan yang dialami berurut-urut, cenderung untuk berasosiasi satu dengan lainnya.
c) hukum kesamaan atau kesesuaian: beberapa tanggapan yang bersesuaian cenderung untuk berasosiasi antara satu dengan lainnya.
d) hukum berlawanan: tanggapan-tanggapan yang saling berlawanan akan berasosiasi satu sama lainnya.
e) hukum sebab-akibat: tanggapan yang mempunyai hubungan sebab-akibat cenderung untuk berasosiasi satu sama lain.
f. Berpikir
Ahli-ahli psikologi asosiasi menganggap bahwa berpikir adalah kelangsungan tanggapan-tanggapan di mana subjek yang berpikir pasif. Plato beranggapan bahwa berpikir itu adalah berbicara dalam hati. Dikemukakan ada dua kenyataan, bahwa berpikir itu adalah aktivitas, jadi subjek yang berpikir aktif dan bahwa aktivitas itu sifatnya ideasional, jadi bukan sensoris dan motoris, walaupun dapat disertai oleh kedua hal itu; berpikir itu mempergunakan abstraksi-abstraksi atau “ideas”.
Terdapat tiga langkah proses berpikir:
1. Pembentukan pengertian
Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis dibentuk melalui empat tingkat, sebagai berikut:
1) Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis.
2) membanding-bandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu adadan mana yang yang tidak selalu ada, mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki.
3) Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-cirinya yang tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki itu ialah:makhluk hidup yang berbudi.

2. Pembentukan pendapat
Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Pendapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Pendapat afirmatif, yaitu pendapat yang mengyakan, yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu.
2. Pendapat negatif, yaitu pendapat yang menindakkan, yang secara tegas menerangkan tentang tidak adanya sesuatu hal.
3. Pendapat modalitas atau kebarangkalian, yaitu pendapat yang menerangkan kebarangkalian, kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat pada sesuatu hal.

3. Penarikan kesimpulan dan pembentukan keputusan
Keputusan ialah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Keputusan terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
1) Keputusan induktif
Keputusan yang diambil dari pendapat-pendapat khusus menuju ke satu pendapat umum.
2) Keputusan deduktif
Keputusan yang ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus; jadi berlawanan dengan keputusan induktif.
3) Keputusan analogis
Keputusan yang diperoleh dengan jalan membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapat-pendapat khusus yang telah ada.

Psikologi pikir
Psikologi pikir dimulai oleh O kulpe dengan mazhab Wurzburg yang kemudian dilanjutkan oleh mazhab Koln dan mazhab Mannhein.
Intisari dari pendapat mazhab wurzburg
“Ueher die Moderne Psychologie des Denkens”.

Intisari dari pidato yang dikemukakannya tersebut ialah:
1. ada isi kesadaran yang terperaga
2. dalam prosesberpikir aktivitas “Aku” meemgang peranan penting.
3. proses berpikir dikuasai oleh tendens determinasi yang ditimbulkan oleh Denkaufgabe (hal yang dipikirkan).
Intisari pendapat mazhab Koln
1) hasil penelitian frohn mengenai berpikirnya anak bisu-tuli memberikan kesimpulan bahwa anak bisu-tuli, anak terbelakang, dan anak kecil yang tidak dapat melepaskan diri dari hal yang teperaga; tak dapat melakukan generalisasi.
2) lapisan kesadaran
Mazhab Koln menyusun konsepsi yang terkenal dengan nama teori lapisan-lapisan; kesadaran (Theorie der Bewustseinsschichtungen).
• Ada tiga lapisan kesadaran:
1. tanggapan individual
2. tanggapan bagan (schematis)
3. pengertian abstrak
• Peranan lapisan kesadaran tersebut yakni bagi setiap manusia yang berpikir, ketiga lapisan atau tingkatan kesadaran itu ganti-berganti memainkan peranannya dalam kesadaran.
• Nilai teori tersebut bagi praktek pendidikan. Tujuan terakhir daripada penelitian-penelitian tentang berpikir itu ialah untuk menemukan cara berpikir yang dapat memberikan hasil yang sebaik-baiknya.
Intisari pendapat mazhab Mannheim
Tujuan utama mazhab ini adalah menyusun teori berpikir yang benar-benar lepas dari asosiasi. Hal ini tidak berarti bahwa mazhab ini menyusun teori berpikir yang benar-benar lepas dari asosiasi. Selz (pemimpin mazhab Mannheim) mulai di tempat Watt dan Ach berhenti, ia mengakui adanya Bewusstheit yang dikemukakan oleh Ach yaitu kesadaran tanpa tanggapan tentang adanya sesuatu. Selz juga mengemukakan bahwa disamping berpikir reproduktif itu ada berpikir produktif, yaitu dimana dapat dihasilkan hasil pikir yang baru, tidak hanya reproduksi dari pengalaman yang lampau. Perumusan mengenai pendapat tentang proses berpikir itu dapat dijabarkan, yakni:
1. Berpikir itu berarah tujuan
2. Proses berpikir itu adalah proses melengkapkan kompleks (kompplexerganzung, complex completion).
3. Bagan antisipasi, yaitu metode penyelesaian yang berwujud bagan yang timbul atau ditimbulkan oleh tugas pikir.
4. Berpikir adalah mempergunakan metode penyelesaian soal yang umumnya berlangsung tanpa mengetahui metode penyelesaian itu.

g. Perasaan
Perasaan biasanya didefinisikan sebagai gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala mengenal, dan dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf. Macam-macam perasaan:
a) perasaan-perasaan jasmaniah (rendah):
1. perasaan-perasaan indriah
2. perasaan vital
b) perasaan-perasaan rohaniah
1. perasaan intelektual
2. perasaan kesusilaan
3. perasaan keindahan
4. perasaan sosial
5. perasaan harga diri
6. perasaan keagamaan
h. Motif-motif
Motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai sesuatu tujuan.
Macam-macam motif:
1. Menurut Woodworth dan Marquis (1955: 301-333) motif itu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
(1). kebutuhan organik; kebutuhan minum, makan, bernafas, seksual, dll.
(2). motif-motif darurat; dorongan untuk membalas, menyelamatkan diri, berusaha, dll.
(3). motif-motif objektif ; kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, manipulasi, menaruh minat.
2. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka terbentuklah perbedaan adanya dua macam motif, yaitu:
(1). Motif-motif bawaan, yakni motif yang dibawa sejak lahir.
(2). Motif-motif yang dipelajari, yakni motif yang timbulnya karena dipelajari.
3. Berdasarkan atas ajarannya, maka terdapat dua macam motif;
(1). Motif ekstrinsik, yaitu motif yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.
(2). Motif intrinsik, yaitu motif yang berfungsinya tanpa perlu ada rangsangan dari luar.
4. Para ahli juga menggolongkan motif menjadi dua macam atas dasar persangkutpautannya;
(1). Motif jasmaniah, seperti: refleks, instink, otomatisme, nafsu, hasrat, dll.
(2). Motif rohaniah, yaitu kemauan.






3. SIFAT SIFAT KHAS KEPRIBADIAN MANUSIA
Beberapa segi psikologi kepribadian
Kepribadian manusia satu dengan yang lainnya sanggatlah beragam, oleh karena itu segolongan ahli berusaha menggolongkan manusia ke dalam tipe-tipe tertentu, karena cara tersebut dinilai lebih efektif untuk mengenal sesama manusia.
Teori Tipologi
1. Teori Hippocates – Galenus
Terpengaruh oleh kosmologi Empedokles, yang menganggap bahwa alam semesta dan isinya ini tersusun atas empat unsur pokok, yaitu tanah, air, udara, dan api yang masing-masing mendukung sifat tertentu.
Hippocrates berpendapat bahwa di dalam tubuh manusia juga terdapat sifat-sifat tersebut yang didukung oleh cairan-cairan yang terdapat di dalam tubuh, yaitu:
- Sifat kering didukung oleh chole
- Sifat basah didukung oleh melanchole
- Sifat dingin didukung oleh phlegma, dan
- Sifat panas didukung oleh sanguis

Tipologi Hippocrates – Galenius
Cairan badan yang dominan Prinsip Tipe Sifat-sifat khasnya
Chole Tegangan (tension) Choleris Hidup, besar, semangat, keras, daya juang besar, hatinya mudah tebakar, optimis.
Melanchole Penegaran melancholis Mudah kecewa, daya juang kecil, muram, pesimistis.
Phelgma Plastisitas phlegmatis Tak suka terburu-buru (tenang), tak mudah dipengaruhi, setia
Sanguis ekspansivitas Sanguinis Hidup, mudah berganti haluan, ramah, lekas berrtindak tapi juga lekas berhenti.


2. Tipologi mazhab Italia dan mazhab Perancis
a. Tipologi mazhab Italia
Terdapat tiga macam tipe manusia berdasarkan atas keadaan tubuhnya, yaitu:
1) Microsplanchnis: ukuran-ukurran menegak relatif dominan, sehingga orang terlihat tinggi jangkung.
2) Macrosplanchnis: ukuran-ukuran mendatarnya relatif dominan, sehingga orang terlihat pendek gemuk.
3) Normosplanchnis: ukuran-ukuran menegak dan mendatar seimbang, sehingga orang terlihat seimbang.
b. Topologi mazhab Perancis
Mazhab Perancis yang dipimpin oleh Sigaud berpendapat, bahwa keadaan serta bentuk tubuh manusia serta kelainan-kelainannya itu pada pokoknya ditentukan oleh sekitar atau lingkungan.
Bagan tipologi mazhab Perancis:
Fungsi yang dominan Tipe Keadaan jasmani yang khas
Motorik Muskuler Muka penuh (well-formed), anggota badan kokoh, otot-otot tumbuh dengan baik, organ-organ berkembang secara selaras
Motorik Muskuler Thorax dan leher lebih besar daripada tipe yang lain
Pernafasan Sigesif Thorax pendek besar, pinggang besar, mata kecil, lebih pendek
Susunan saraf sentral Cerebral Dahi menonjol ke depan dengan rambut di tengah, mata bersinar, daun telinga lebar, tangan dan kaki kecil

3. Tipologi Kretschmer
a. Tipe-tipe manusia menurut keadaan jasmaninya
(1) Tipe Piknis
- badan agak pendek
- dada membulat, perut besar, bahu tidak lebar
- leher pendek dan kuat
- lengan dan kaki lemah
- lengan dan kaki lemah
- banyak lemak
(2) Tipe Leptosom
- badan langsing/kurus, jangkung,
- rongga dada kecil, kecil-sempit-pipih, rusuknya mudah dihitung,
- perut kecil, bahu sempit,
- lengan dan kaki kurus,
- tengkorak agak kecil, tulang-tulang di bagian muka kelihatan jelas,
- muka bulat telur
- berat relatif kurang
(3) Tipe Atletis
-tulang-tulang serta otot dan kulit kuat,
- badan kokoh dan tegap
- tinggi cukupan,
- bahu lebar dan kuat,
- Perut kuat,
- panggul dan kaki kuat, dalam perbandingan dengan bahu dan dada kelihatan agak kecil
- tengkorak cukup besar dan kuat, kepala dan leher tegak
(4) Tipe diplatis
Tipe ini menyimpang dari ke tiga tipe di atas. Kretschemer sendiri menganggap tipe ini menyimpang dari konstitusi normal.
b. Tipe-tipe manusia menurut temperamennya
Menurut temperamennya manusia dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:
(1) Tipe schizothym
Sifat- sifat jiwa bersesuaian dengan para penderita schizophenia, hanya sangat tidak jelas. Golongan ini sulit mengadakan kontak dengan dunia di sekitarnya, ada kecenderungan autisme.
(2) Tipe cyklothym
Sifat-sifat jiwa bersesuaian dengan penderita manisdepresif, hanya sangat tidak jelas. Golongan ini mudah mengadakan kontak dengan dunia luar.

4. Teori Sheldon
Menurut Sheldon, kepribadian mengandung tiga komponen, yaitu:
a) Komponen-komponen kejasmanian
1) Komponen-komponen kejasmanian primer; endomorphy, mesomophy,dan ectomorphy.
2) Komponen-komponen kejasmanian sekunder; dysplasia, gynandromorphy, dan texture.
3) Komponen-komponen psikiatris; affective, paranoid, dan heboid.
b) komponen-komponen temperamen
1) Tipe viscerotonis; sikap tidak tegang, suka hiburan, gemar makan-makan, tidur nyenyak, bila menghadapi kesukaran membutuhkan orang lain.
2) Tipe somatotonis; sikap gagah, perkasa, kebutuhan bergerak besar, suka berterus terang, suara lantang, tampak lebi dewasa dari sebenarnya.
3) Tipe cerebrotonis; sikap ragu, reaksi cepat, kurang berani bergaul dengan orang banyak, suara kurang bebas, tidur kurang nyenyak, tampak lebih muda dari yang sebenarnya, jika menghadapi kesukaran butuh mengasingkan diri.
c) Komponen-komponen Psikiatris
(a) affective, bentuknya yang ekstrem terdapat pada para penderita psikosis jenis mani-depresif.
(b) paranoid, yang bentuk ekstremnya terdapat pada para penderita psikosis jenis paranoid.
(c) heboid, yang bentuk ekstremnya terdapat pada para penderita hebephrenia.
5. Beberapa teori tipologi yang berdasarkan keadaan kejiwaan semata-mata

(a) Tipologi Plato
(b) Tipologi Queyrat
(c) Tipologi Malapret

6. Tipologi heymans

a. Emosionalitas
b. Proses pengiring
c. Aktivitas
7. Tipologi Spranger
a. Dua macam roh (Geist), yaitu:
1) Roh subjektif atau roh individual,yaitu roh yang terdapat pada manusia masing-masing.
2) Roh objektif atau roh supra individual, yaitu roh seluruh umat manusia, yang dalam keadaan konkretnya merupakan kebudayaan yang telah terjelma selama berabad-abad, berkembangbersama dengan perkembangan manusia; roh ini disebut dengan kebudayaan.
b. Lapangan-lapangan hidup

1) lapangan pengetahuan (ilmu, teori)
2) lapangan ekonomi
3) lapangan kesenian
4) lapangan keagamaan
5) lapangan kemasyarakatan
6) lapangan politik

c. Enam tipe manusia
No. Nilai kebudayaan yang dominan Tipe Tingkah laku dasar
1. Ilmu pengetahuan Manusia teori Berpikir
2. Ekonomi Manusia ekonomi Bekerja
3. Kesenian Manusia estetis Menikmati keindahan
4. Keagamaan Manusia agama Memuja
5. Kemasyarakatan Manusia sosial Berbakti/berkorban
6. Politik/kenegaraan Manusia kuasa Ingin berkuasa/ memerintah


Beberapa teori kepribadian yang memakai cara pendekatan lain:
1. Psikoanalitis Teori Sigmund Freud
Teori kepribadian Freud ini dapat diikhtisarkan dalam rangka struktur, dinamika, dan pengembangan kepribadian.
a. Struktur Kepribadian
Menurut Freud, kepribadian itu terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu:
(1) Das Es (The id), yaitu aspek biologis, daripada kepribadian ini adalah aspek yang orisinal. Das Es berfungsi dengan berpegang pada prinsip “kenikmatan”, yaitu mencari keenakan dan menghindar dari ketidakenakan.
(2) Das Ich (The Ego), yaitu aspek psikologis yang timbul dari kebutuhan organisme untuk dapat behubungan dengan dunia luar secara realistis. Das Ich berpegang pada “realitas” (realitatsprinzip reality principle).
(3) Das Ueher Ich (The Super Ego), yaitu aspek sosiologis merupakan wakil nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya, yang diajarkan (dimasukkan) dengan berbagai perintah dan larangan. Das Ueher Ich lebih merupakan hal yang “ideal” daripada yang “riil”, lebih meupakan kesempurnaan daripada kesenangan.
b. Dinamika Kepribadian
Menurut Freud, di dalam diri kita ada dua macam (lebih tepatnya dua kelompok) insting-insting, yaitu:
(1) insting-insting hidup, berfungsi melayani maksud individu untuk tetap hidup dan memperpanjang ras. Bentuk-bentuk usahanya seperti insting makan, minum, seksual. Bentuk-bentuk tersebut disebut sebagai “libido”.
(2) insting-insting mati, disebut sebagai insting yang merusak (destruktif) dan berfunsi tidak jelas jika dibandingkan dengan insting-insting hidup. Penjelmaan daripada insting mati ini ialah dorongan agresif.
Di antara ketiga aspek itu, yang paling banyak mempergunakan energi psikis akan berpengaruh terhadap bentuk tingkah laku yang dilakukan orang.
(a) apabila Das Es menguasai sebagian besar dari energi psikis itu, maka tindakan-tindakan akan bersifat primitif, impulsif, agresif. Dia akan mengumbar dorongan-dorongan primitifnya.
(b) Apabila Das Ich yang menguasai sebagian besar dari energi psikis itu, maka pribadi akan bertindak dalam cara-cara yang realistis dan rasional-logis. Pikiran rasional logis ini memegang peranan penting.
(c) apabila yang menguasai sebagian besar energi psikis itu Das Ueher Ich, maka orang akan mengejar hal-hal yang sempurna, yang kadang-kadang kurang rasional.
c. Perkembangan Kepribadian
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa perkembangan kepribadian adalah belajar mempergunakan cara-cara baru dalam mereduksi tegangan yang timbul karena individu menghadapi berbagai hal yang dapat menjadi sumber tegangan (tension). Sumber tegangan yang pokok adalah (1) proses pertumbuhan fisiologis, (2) frustrasi, (3) konflik, dan (4) ancaman.
2. Psikologi Analitis, Teori Cal Gustav Jung
Jung tidak berbicara mengenai kepribadian, tetapi berbicara tentang psike. Adapun yang dimaksud dengan psike oleh Jung ialah segala peristiwa psikis yang disadari maupun yang tidak disadari. Jadi, psike dapat diartikan kepribadian. Menurut Jung, kepribadian terdiri dari dua alam, yaitu:
(a) alam sadar (kesadaran), yang berfungsi mengadakan penyesuaian terhadap dunia luar, dan
(b) alam tak sadar (ketidaksadaran), yang berfungsi mengadakan penyyesuaian terhadap dunia dalam yaitu dunia batin sendiri.
a. struktur kesadaran
kesadaran mempunyai dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang keduanya mempunyai peranannya masing-masing dalam orientasi manusia terhadap dunianya.
(1) Fungsi jiwa
Menurut Jung, ada empat macam tipe manusia, yaitu:
(a) tipe pemikir
(b) tipe perasa
(c) tipe pendria dan
(d) tipe intuitif
Fungsi-fungsi jiwa menurut Jung
Fungsi Jiwa Sifatnya Cara bekerjanya
Pikiran Rasional Dengan penelitian: benar-salah
Perasaan Rasional Dengan penilaian: senang tak senang
Pendirian irrasional Tanpa penilaian: sadar indriah
Intuisi irrasional Tanpa penilaian: tak sadar naluriah

(2) Sikap Jiwa
Yang dimaksud dengan sikap jiwa ialah arah daripada energi psikis umum atau libido, yang menjelma dalam orientasi manusia terhadap dunianya. Jdi, berdasarkan sikap jiwa ini, Juung membedakan manusia menjadi dua tipe, yaitu:
(a) tipe ekstraves, dan
(b) tipe introves
Sikap Jiwa Fungsi Jiwa Tipe Ketidaksadarannya
Ekstravers Pikiran
Perasaan
Pendriaan
Intuisi Pemikir ekstraves
Perasaan ekstraves
Pendria ekstraves
Intuitif ekstraves Perasaan intravers
Pemikir introvers
Intuitif introvers
Penderita intravers
Introvers Pikiran
Perasaan
Pendriaan
Intuisi Pemikiran introvers
Perasaan introvers
Pendria introvers
Intuitif introvers Perasaan ekstravers
Pemikir ekstravers
Intuitif ekstravers
Pendria ekstravers

b. Struktur ketidaksadaran
Ketidaksadaran ini terdiri dari dua alam atau bagian lagi, yaitu:
(1) Ketidaksadaran pribadi, yaitu bagian daripada alam ketidaksadaran yang diperoleh oleh individu selama sejarah hidupnya, pengalaman pribadi. Contohnya ialah isi-isi ingatan, hal-hal yang tertekan.
(2) Ketidaksadaran kolektif adalah bagian daripada ketidaksadaran itu yang diperoleh oleh individu dari warisan nenek moyangnya, yaitu hal-hal yang diperoleh manusia (sebagai jenis) di dalam perkembangannya.
3. individual Psychologie, Teori Alfred Adler
Teori Adler dapat dipahami lewat pengertian-pengertian pokok yang dipergunakannya untuk membahas kepribadian. Pengertian-pengertian pokok tersebut dikemukakan sebagai berikut:
a. individualitas sebagai pokok persolan
Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unik) daripada kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan serta sifat-sifat khas pribadi manusia.
b. Pandangan Teleologis
Adler sangat terpengaruh oleh “filsafat seakan-akan” yang dirumuskan oleh Hans Vaihinger yang mengemukakah bahwa manusia hidup dengan berbagai cita-cita atau pikiran yang semata-mata bersifat semu, tidak ada kenyataannya atau pasangannya di dalam dunia realitas.
c. dua dorongan Pokok
Di dalam diri manusia terdapat dua macam dorongan pokok yang mendorong dan melatarbelakangi segala tingkah lakunya, yaitu:
(1) dorongan kemasyarakatan
(2) dorongan kekakuan
d. Rasa Rendah diri dan Kompensasi
Apabila seseorang gagal dalam mengejar suatu maksud atau memiliki jasmani yang kurang sempurna, maka timbullah perasaan yang tidak enak pada dirinya, karena dirinya merasa kurang berharga untuk dapat mencapai tujuan itu atau untuk dibandingkan dengan sesamanya.
Arti Individual Psychologie
Aliran ini tidak mementingkan perumusan yang teliti, melainkan lebih mementingkan penyusunan petunjuk-petunjuk praktis untuk memahami sesama manusia.
(1) Aliran ini menghendaki ditentukan tujuan-tujuan yang susila, seperti::
(a) keharusan memikul tanggung jawab
(b) keharusan menghadapi kesukaran-kesukaran hidup
(c) mengikis dorongan keakuan dan mengembangkan dorongan kemasyarakatan
(d) menyelami diri sendiri dan membuka kecenderungan-kecenderungan egoistis yang tersembunyi untuk kemudian memberantasnya.
(2) Optimisme dalam bidang pendidikan
Mengenai pengaruh pendidikan, aliran ini berpandangan optimistis. Kepribadian terutama diberi bentuk oleh pendidikan.
b. Pandangan Teologis
(3) Persona
Persona, menurut Jung adalah cara seseorang dengan sadar menampakkan diri ke luar. Bagaimana dia menunjukkan dirinya kepada sesama manusia sebagaimana menjelma dalam sikap, tingkah laku, dan buatannya. Persona ini dapat benar-benar sesuai dengan kepribadian yang sebenarnya, tetapi dapat juga merupakan semacam topeng di mana si pribadi itu menyembunyikan kelemahan-kelemahannya.
4. Sifat-Sifat Khas Individu yang Lain: MASALAH INTELIGENSI
Masalah inteligensi merupakan salah satu masalah pokok; karenanya tidak mengherankan kalau masalah tersebut banyak dibahas. Peranan inteligensi dalam proses pendidikan begitu penting sehingga dipandang menentukan dalam berhasil atau tidaknya seseorang dalam hal belajar. Dalam sisi lain, terdapat pula anggapan bahwa inteligensi tidak lebih mempengaruhi hal tersebut. Pada saat anak-anak masih sangat muda, inteligensi sangat besar pengaruhnya. Pembahasan mengenai inteligensi ini dibedakan menjadi dua golongan:
(1) Pembahasan mengenai sifat hakiki inteligensi, dan
(2) Pembahasan mengenai penyelidikan inteligensi itu.
SIFAT HAKIKI INTELIGENSI
Para ahli psikologi yang memakai metode filsafat, menyusun definisi mengenai inteligensi itu atas dasar pemikiran spekulatif-logis.
1. Konsepsi-konsepsi Mengenai Inteligensi yang Bersifat Spekulatif-filsafat
Spearman, dalam bukunya mengungkapkan konsepsi-konsepsi yang bersifat filsafat itu menjadi tiga kelompok, yaitu:
a) Inteligensi Umum
1. Ebbinghaus (1987) memberi definisi inteligensi sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi.
2. Terman (1921) memberi definisi inteligensi sebagai kemampuan untuk berpikir abstrak.
3. Thorndlike memberi definisi inteligensi sebagai hal yang dapat dinilai dengan taraf ketidaklengkapan daripada kemungkinan-kemungkinan dalam perjuangan hidup individu.
b. Inteligensi sebagai kesatuan daripada daya-daya jiwa formal
Menurut konsepsi ini, inteligensi adalah persatuan (kumpulan yang dipersatukan) daripada daya-daya jiwa yang khusus.
c. Inteligensi sebagai taraf umum daripada daya-daya jiwa khusus
Dalam hal ini, inteligensi diberi definisi sebagai taraf umum yang mewakili daya-daya khusus.
2. Konsepsi Dasar Bersifat Pragmatis
Dasar dari konsepsi ini adalah seperti apa yang diungkapkan Boring, bahwa inteligensi adalah apa yang di tes oleh tes inteligensi. Konsepsi ini cocok sekali dengan selera banyak ahli di Amerika Serikat.
3. Konsepsi-Konsepsi Faktor
a. Teori Spearman
Spearman menemukan bahwa tiap tingkah laku manusia disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor umum dan khusus. Faktor umum general factor yang dilambangkan dengan huruf g merupakan hal atau faktor yang mendasari segala tingkah laku orang. Sedangkan faktor khusus atau special factor yang dilambangkan dengan huruf s, hanya berfungsi pada tingkah laku khusus saja. Faktor g, bergantung kepada dasar, sedangkan faktor s dipengaruhi oleh pengalaman (lingkungan, pendidikan).
b. Teori Thomson
Thomson tidak dapat menyetujui pendapat Spearman. Menurutnya, apa yang disebut dengan faktor g tidak ada. Betul secara statistik, tapi pembukaan ditunjukkan tidak betul.
c. Teori Cyrill Burt
Pendirian Burt sangat dekat dengan pendirian Spearman. Ia sependapat dengan Spearman.
d. Teori Thurstone
Thurstone adalah tokoh Chicago. Dia sependapat dengan Burt.
e. Pendapat Guliford
Guliford dewasa ini sangat terkenal dalam lapangan psikometri, sependapat dengan Thurstone, yakni bahwa yang pokok ialah faktor c yang memiliki 120 macam yang disebabkan oleh karena variasi dalam inteligensi. Mengenai hal tersebut dapat dilihat dari tiga dasar, yaitu: (1) proses psikologi yang terlibat (2) isi atau materi yang diproses, dan (3) bentuk informasi yang di hasilkan.
4. Konsepsi yang Bersifat Operasional
Ahli-ahli yang mengikuti operasionalisme mengajukan keberatan terhadap pendapat para pengikut teori faktor, yang lebih dahulu mendefinisikan lalu mengukurnya.
5. Konsepsi-Konsepsi Fungsional
Konsepsi ini disusun atas dasar pemikiran atau analisis mengenai bagaimana berfungsinya inteligensi itu, lalu dirumuskan sifat-sifat hakikatnya atau definisinya.
PENGUKURAN INTELIGENSI
Kalau kita menempuh secara historis, maka secara teknis, kita dapat melalui dua jalan, yaitu:
1. Perkembangan Tes Inteligensi Pada Umumnya
Perkembangan tersebut dapat digambarkan melewati tiga fase:
a) Fase persiapan, di mana para ahli sedang mencari atau berusaha mendapatkan tes inteligensi.
b) Fase kedua, fase naif, di mana orang telah menggunakan tes inteligensi yang telah tersusun tanpa kritik.
c) Fase ketiga, fase pencarian tes bebas dari pengaruh kebudayaan. Pengaruh kebudayaan ini terutama masuk ke dalam tes inteligensi lewat bahasa, sehingga tes yang dianggap bebas dari pengaruh kebudayaan itu haruslah tes yang sedemikian rupa, sehingga unsur bahasa itu sedikit mungkin mempergunakan bahasa.
Tes inteligensi mengandung kelemahan-kelemahan sebagai berikut:
(1) tes inteligensi bergantung pada kebudayaan.
(2) tes inteligensi hanya cocok untuk jenis tingkah laku tertentu.
a) Affectiv Handlung tingkah laku afektif.
b) Traditional Handlung tingkah laku tradisional
c) Wertrational Handlung tingkah laku rasional berdasarkan nilai-nilai.
d) Zweckrational Handlung, tingkah laku rasional atas dasar tujuan.
(3) tes inteligensi hanya cocok untuk tipe kepribadian tertentu.
(4) perbandingan kecerdasan atau IQ merupakan hasil yang ditunjukkan oleh tes inteligensi tidaklah semata-mata tergantung kepada keturunan atau dasar.
(5) perbandingan IQ seseorang tidak konstan.
(6) Dalam penggolongan-penggolongan manusia menurut IQ nya biasanya diikuti suatu pedoman, yang sebenarnya harus diterima dengan hati-hati.
(7) Tes inteligensi itu sendiri masih mengandung kekeliruan-kekeliruan.
5. PERBEDAAN-PERBEDAAN DALAM BAKAT
Apakah Bakat Itu?
William B. Michael mengungkapkan definisi berikut:
An aptitude may be defined as a person’s capasity or hypothetical potential, for acquisition of a certain more or less weeldefined pattern of behavior involved in the peformance of a task respect to which the individual has had little or no previous Training (Michael, 1960:59)
Jadi, Michael meninjau bakat itu terutama dari segi kemampuan individu untuk melakukan sesuatu tugas, yang sedikit sekali bergantung kepada latihan mengenai hal tersebut.
Bingham memberikan definisi sebagai berikut:
Aptitude... as a condition or set of characteristics regarded as symptomatic of an indivual’s ability to acquire with Training some (usually specified) knowledge, skill, or set of responses such as the ability to speak a language, to produce music, etc. (Bingham, 1937:16)
Woodworth dan Marquis memberikan definisi sebagai berikut: “aptitude is predictable achievement and can be Measures by specially devised test” (Woodworth & Marquis, 1957:58)
Bakat (aptitude), oleh Woodworth dan Marquis dimasukkan dalam kemampuan (ability). Menurutnya, kemampuan mempunyai tiga arti:
1. achievement yang merupakan actual ability, yang dapat diukur langsung dengan alat atau tes tertentu.
2. capacity yang merupakan potential ability, yang dapat diukur secara tidak langsung dengan melalui penggukuran terhadap kecakapan individu, di mana kecakapan ini berkembang dengan perpaduan antara dasar dengan Training yang intensif dan pengalaman.
3. aptitude, yaitu kualitas yang hanya dapat diungkap / diukur dengan tes khusus yang sengaja dibuat untuk itu.
Orientasi yang lebih luas mengenai berbagai pendapat tentang bakat menunjukkan bahwa analisis tentang bakat selalu merupakan analisis tentang tingkah laku. Dan analisis tentang tingkah laku itu kita kemukakan bahwa dalam tingkah laku terdapat gejala berikut:
a) bahwa individu melakukan sesuatu,
b) bahwa apa yang dilakukan itu melupakan sebab dari sesuatu tertentu (atau mempunyai akibat atau hasil tertentu), dan
c) bahwa dia melakukan sesuatu itu dengan cara tertentu.
Karena itu analisis tingkah laku ini memberi kesimpulan bahwa tingkah laku mengandung tiga aspek, yaitu:
(a) aspek tindakan (b) aspek sebab atau akibatnya (c) aspek ekspresif
Tingkah laku individu, yang mempunyai tiga aspek itu adalah pengejawantahan daripada kualitas individu yang didasari oleh bakat tertentu. Guilford yang bertolak dari analisis faktor, berusaha merumuskan faktor-faktor yang terkandung di dalam bakat itu, yang secara garis besar telah disebutkan di muka. Guilford menyatakan bahwa bakat mencakup tiga dimensi pokok, yaitu:
(1) Dimensi perseptual
Dimensi perseptual meliputi kemampuan dalam mengadakan persepsi, dan ini meliputi faktor-faktor antara lain:

a. kepekaan indera
b. perhatian
c. orientasi ruang
d. orientasi waktu
e. luasnya daerah persepsi
f. kecepatan persepsi

(2) Dimensi psiko-motor

a. faktor kekuatan
b. faktor impuls
c. faktor kecepatan gerak
d. faktor ketelitian/ ketepatan, yang terdiri atas dua macam, ketepatan statis dan dinamis
e. faktor koordinasi
f. faktor keluesan


(3) Dimensi intelektual
Dimensi ini umumnya mendapat penyorotan secara luas, karena memang dimensi inilah yang mempunyai implikasi sangat luas dimensi ini mempunyai lima faktor, yaitu:

1. faktor ingatan
2. faktor pengenalan
3. faktor evaluatif
4. Faktor berpikir konvergen
5. faktor berpikir divergen


Bagaimana Caranya Kita Mengenal Bakat Seseorang?
Prosedur yang biasanya ditempuh adalah:
a. melakukan analisis jabatan (job analysis) atau analisis lapangan studi untuk menemukan faktor-faktor apa saja yang diperlukan supaya orang dapat berhasil dalam lapangan tersebut;
b. dari hasil analisis itu dibuat penyandraan jabatan (job description)atau pencanderaan lapangan studi;
c. dari pencandraan jabatan atau pencandraan studi itu diketahui persyaratan apa yang harus dipenuhi supaya individu dapat lebih berhasil dalam lapangan tertentu;
d. dari persyaratan itu sebagai landasan disusun alat pengungkapnya (alat pengungkap bakat), yang biasanya berwujud tes.
6. PERKEMBANGAN INDIVIDU
Perkembangan segala bentuk perubahan ke arah yang lebih maju dan lebih dewasa. Secara teknis, perubahan tersebut biasanya disebut proses.
1. Aliran Asosiasi
Para ahli yang mengikuti aliran asosiasi berpendapat, bahwa pada hakikatnya pekembangan itu adalah proses asosiasi. Salah seorang tokoh asosiasi yang terkenal adalah John Locke yang berpendapat bahwa pada permulaannya jiwa anak itu bersih seperti selembar kertas putih. Jiwa tersebut lama kelamaan terisi oleh pengalaman atau empiri. Mengenai hal ini, Locke membedakan adanya dua macam pengalaman, yaitu:
a. Pengalaman luar, yaitu pengalaman yang diperoleh dengan melalui panca indera yang menimbulkan sensations, dan
b. pengalaman dalam, yaitu pengalaman mengenai keadaan dan kegiatan batin sendiri yang menimbulkan reflexions.
2. Psikologi Gestalt
Gestalt mengemukakan konsepsi yang berlawanan dngan konsepsi yag diungkapkan oleh para ahli yang dikemukakan oleh para ahli penganut asosiasi. Menurut Gestalt, perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu, yang primer adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian adalah sekunder.
3. Aliran sosiologis
Para ahli sosiologis menganggap bahwa perkembangan adalah proses sosialisasi. Anak manusia mula-mula bersifat a-sosial (barangkali lebih tepatnya dapat disebut prasosial0 yang kemudian dalam perkembangannya sedikit demi sedikit disosialisasikan. Baldwin, salah satu penganut aliran sosiologis berpendapat bahwa setidaknya ada dua macam peniruan:
(a) nondeliberate imitation dan
(b) deliberate imitation
Proses peniruan ini terjadi tiga taraf, yaitu:
a. Taraf yang pertama yang disebut taraf proyektif (projective stage); pada taraf ini anak mendapatkan kesan mengenai model (objek) yang ditiru.
b. Taraf yang kedua disebut sebagai taraf subjektif (subjective stage); pada taraf ini anak cenderung meniru gerakan-gerakan atau sikap model objeknya.
c. Taraf ketiga disebut sebagai taraf eyektif (ejective stage); pada taraf ini anak telah menguasai hal yang ditirunya. Anak dapat mengerti bagaimana orang merasa, berangan-angan, berpikir, dan sebagainya.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan
Terdapat berbagai pendapat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan yang dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu:
(1) Pendapat para ahli aliran Nativisme
Para ahli yang mengikuti aliran nativisme berpendapat bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Jadi, perkembangan individu itu semata-mata tergantung kepada dasar. Tokoh utama aliran ini ialah Schopenheur.
(2) Pendapat para ahli aliran Empirisme
Para ahli yang mengikuti pendirian Empirisme mempunyai pendapat yang langsung bertentangan dengan pendapat aliran Nativisme. Kalau pengikut aliran Nativisme berpendapat bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung kepada faktor dasar, maka pengikut aliran Empirisme berpendapat bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung kepada faktor lingkungan, sedangkan dasar tidak memainkan peranan sama sekali. Tokoh utama aliran ini adalah John Locke, yang pendapatnya telah diuraikan sebelumnya.
(3) Pendapat para ahli aliran Konvergensi
Paham Konvergensi ini mengatasi keberatsebelahan antara ke dua paham sebelumnya. Paham ini dianggap mampu merumuskan secara baik oleh W. Stern. Paham ini berpendapat bahwa di dalam perkembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada masing-masing individu; akan tetapi bakat yang tersedia itu peperlu menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang. Langeveld secara fenomenologis mencoba merasakan hal-hal apa yang memungkinkan perkembangan anak itu menjadi dewasa, dan dia menemukan hal-hal sebagai berikut:
a) justru karena anak itu adalah makhluk hidup (makhluk biologis) maka dia berkembang.
b) bahwa anak itu pada waktu masih sangat muda adalah sangat tidak berdaya, dan adalah sesuatu keniscayaan bahwa dia perlu berkembang menjadi lebih berdaya.
c) bahwa kecuali kebutuhan-kebutuhan biologis anak memerlukan adanya perasaan aman, karena itu perlu adanya pertolongan atau perlindungan dari orang yang mendidik.
d) bahwa di dalam perkembangannya anak tidak pasif menerima pengaruh dari luar semata-mata, melainkan ia juga aktif mencari dan menemukan
jika hal-hal yang dikemukakan di atas itu dapat disebut sebagai asas, maka ada empat asas dalam perkembangan itu, yaitu:

a. asas biologis
b. asas ketidakberdayaan
c. asas keamanan
d. asas eksplorasi

Sifat-Sifat Anak-Anak Pada Masa Perkembangan
1. Periodisasi Yang Berdasar Biologis
a. Pendapat Aristoteles
Aristoteles menggambarkan perkembangan anak sejak lahir sampai dewasa itu dalam tiga periode lamanya masing-masing tujuh tahun.
b. Pendapat Kretschmer
Kretschemer mengemukakah bahwa dari lahir sampai dewasa seorang anak melewati empat fase.
c. Pendapat Sigmund Freud
Freud berpendapat bahwa anak sampai umur kira-kira 5;0 melewati fase-fase yang terdeferensiasikan secara dinamis, kemudian sampai umur 12;0 atau 13;0 mengalami fase laten, yaitu suatu fase di mana dinamika menjadi lebih stabil. Dengan datangnya masa remaja (pubertas) dinamika meletus lagi, dan selanjutnya makin tenang kalau orang makin dewasa. Bagi Freud, masa sampai umur 20;0 menentukan bagi pembentukan kepribadian seseorang.
d. Pendapat Montessori
Menurut Montessori tiap fase perkembangan itu mempunyai arti biologis. Kodrat alam mempunyai rencana tertentu berdasarkan dua asas pokok, yaitu:
(1) asas kebutuhan vital, yaitu apa yang dikenal dengan masa peka
(2) asas kesibukan sendiri
e. Pendapat Ch. Buhler
Ch. Buhler banyak menulis. Karyanya yag utama antara lain: Das Marchen Und die Phantasie des Kindes. Jelas sekali pandangannya yang biologistis.
2. Periodisasi-Periodisasi yang Berdasar Didaktis
a. Pendapat Comenius
Salah satu konsepsi dalam golongan ini yang sangat terkenal ialah konsepsi yang dikemukakan Comenius. Telah sangat terkenal konsepsinya tentang macam-macam sekolah yang disesuaikan dengan perkembangan jiwa anak, yaitu:
(1) Scola materna (sekolah ibu), untuk anak-anak 0;0 – 6;0;
(2) Scola Vernacula (sekolah bahasa ibu), untuk anak-anak umur 6;0 – 12;0;
(3) Scola Latina (sekolah altin), untuk anak-anak umur 12;0 – 18;0;
(4) Academia (Akademi), untuk anak-anak umur 18;0 – 24;0;
b. Pendapat J.J. Rosseau
Rosseau juga mengeukakan periodisasi atas dasar didaktis.
(1) I 0;0 – 2;0 adalah masa asuhan
(2) II 2;0 – 12;0 adalah masa pendidikan jasmani dan latihan panca indra;
(3) III 12;0 – 15;0 adalah pembentukan watak dan pendidikan agama
(4) 15;0 – 20;0 adalah periode pembentukan watak dan pendidikan agama.
3. Periodisasi-periodisasi yang berdasar Psikologis
1. Masa Intra – Uterin
Permulaan kehidupan anak di dalam kandungan dimulai saat pembuahan, yaitu saat ovum dibuahi oleh spermatozoon. Suatu hal yang sering kali menarik perhatian ialah adanya perbedaan yang mencolok antara makhluk yang baru mulai kehidupannya dalam kandungan itu dengan makhluk yang baru mulai kehidupannya di luar kandungan.
2. Masa Vital
a) Masa ini dimulai dengan kelahiran si anak. Ada beberapa hal yang perlu dikemukakan dalam hubungan dengan soal kelahiran anak ini.
(1) Pertama-tama adalah soal apakah si anak itu lahir ataukah dilahirkan. Kelihatannya kedua soal itu sama saja. Tetapi sebenarnya mengandung perbedaan. Seorangg anak yang lahir, itu berarti bahwa dalam proses kelahiran itu anak aktif. Sedangkan jika anak itu dilahirkan, berarti bahwa proses anak itu pasif. Dalam keadaan yang normal, kiranya istilah adalah lebih tepat daripada dilahirkan.
(2) Kenyataan bahwa anak yang baru lahir itu senantiasa menangis. Kenapa anak pada waktu lahir itu menangis? Keterangan mengenai hal ini bermacam-macam:
a. Kant, ahli filsafat berpendapat bahwa tangis bayi pada waktu lahir adalah protes jiwa manusia terhadap belenggu kejasmanian.
b. Para ahli psikoanalisis, tangis merupakan ekspresi ketakutan dan keinginan akan regresi.
c. Sis Heyster (1950: 53-54) memberikan interpretasi tangis pada waktu kelahiran itu secara psikologis yaitu sebagai pertanda mulainya ada kesadaran pada anak.
d. Di samping dapat diberikan interpretasi secara psikologis itu tangis pada waktu kelahiran itu juga dapat diterangkan dari segi biologis.
(3) Soal yang ke tiga juga banyak dipersoalkan oleh para ahli ialah kenyataan bahwa anak manusia yang baru saja lahir itu sangat tidak berdaya jikalau dibandingkan dengan anak hewan. Akan tetapi sebagaimana telah dikatakan bahwa ketidakberdayaan ini tidak berarti inferioritas manusia terhadap hewan, tetapi justru sebaliknya.
b) Kemajuan-Kemajuan Pada Tahun Pertama dan Kedua
Pada tahun pertama penyelidikan ini sebagian besar masih terbatas kepada fungsi-fungsi jasmaniah, dan menafsirkan perkembangan kejiwaannya atas dasar fungsi atau perkembangan jasmaniah.
3. Masa Estetis
Biasanya masa estetis ini dianggap sebagai berkembangnya rasa keindahan. Anggapan yang demikian itu timbul karena nama masa estetis itu (estetis = indah).
Sebenarnya kata estetis yang dipakai di sini tidak terutama dalam arti yang demikian, akan tetapi dalam arti bahwa pada masa ini perkembangan anak yang terutama ialah fungsi pancainderanya, dan dalam eksplorasinya dia menggunakan pancainderanya pula. Pada masa ini pancaindera sedang dalam masa pekanya, karena itu pulalah maka Montessori menciptakan bermacam-macam alat permainan yang dimaksudkan untuk melatih pancaindera. Dalam masa inilah tampak munculnya gejala kenakalan yang umumnya terjadi antara umur 3;0 sampai umur 5;0.
4. Masa Intelektual, Masa Keserasian Bersekolah
Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelumnya dan sesudahnya. Freud memberi nama fase ini fase laten(mengendap), dimana dorongan-dorongan seakan-akan mengendap tidak se-menggelora masa-masa sebelum dan sesudahnya.
5. Masa Remaja
Masa remaja ini merupakan suatu masa yang sangat menarik perhatian para ahli. Banyak ahli yang berpendapat bahwa hakikat masa ini adalah kematangan kehidupan seksual.; karena itu tidaklah mengherankan bahwa banyak penelitian mengenai anak-anak masa remaja itu dilakukan dalam bidang kehidupan seksual itu, terutama oleh para dokter.
1. Masa Praremaja. Suatu masa yang langsung mengikuti masa puer, yang berlangsung dalam waktu singkat saja.
2. Masa Remaja
Perbedaan remaja laki-laki dan remaja prempuan
Laki-Laki Perempuan
1. Aktif dan memberi
2. Cenderung untuk memberikan perlindungan
3. aktif meniru pribadi pujaannya
4. minat tertuju kepada hal-hal yang bersifat intelektual, abstrak, zakelijk
5. berusaha memutuskan sendiri dan ikut bicara
1. pasif dan menerima
2. cenderung untuk menerima perlindungan
3. pasif, mengagumi pribadi pujaannya
4. minat tertuju pada hal-hal yang bersifat emosional, konkret, persoonlijk
5. berusaha mengikut dan menyenangkan orang lain.

7. PERUBAHAN INDIVIDU KARENA BELAJAR
Kenyataan bahwa “belajar” dan “mengajar” adalah masalah setiap orang, maka perlu dan penting menjelaskan masalah belajar itu terutama bagi kita kaum pendidik profesional. Ahli-ahli psikologi memegang peranan utama dalam mengupas masalah belajar. Banyak ahli psikologi yang secara eksplisit menyatakan bahwa masalah belajar itu merupakan masalah sentral dalam pembahasan atau teorinya.
(1) Di dalam definisinya mengenai tingkah laku sebagai hal yang lebih-lebih bersifat keseluruhan (molar) dan bukan bagian-bagian (molekuler). Tolman (1932: 14-16) mengemukakah hal dapatnya belajar itu (docility) sebagai sifat utama tingkah laku demikian.
(2) Guthrie menganggap belajar itu adalah memang sifatnya jiwa manusia.
(3) Hull (1943) menyatakan orang hampir tidak dapat membedakan antara Theory of behavior dan theory of learning, karena begitu pentingnya soal belajar.
Pengertian Belajar
Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa:“Learning is to observe by a change in behavior as a resultt of experience”. Jadi menurutnya, belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar menggunakan pancainderanya.
Seperti apa yang dikemukakan oleh Cronbarch, Mc geoh menyatakan bahwa: “learning is a chance in performance as a result of practice”.
Hal-hal pokok yang dapat kita simpulkan dari definisi yang telah disebutkan adalah:
(a) Bahwa belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioral changes, aktual maupun potensial
(b) Bahwa perubahan itu pada pokoknya sudah didapatkannya kecakapan baru(dalam arti Kenntnis dan Fertingkeit).
(c) Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
(1) Faktor-faktor yang berasal dari luar diri dari pelajar. Terdapat dua golongan dalam faktor ini, yaitu:
(a) Faktor-faktor nonsosial
Kelompok faktor ini boleh dikatakkan juga tak terbilang jumlahnya, seperti: keadaan udara, cuaca, waktu(pagi, siang, sore ataupun malam), tempat, alat-alat yang dipakai.
(b) Faktor-faktor sosial
Yang dimaksud dalam hal ini adalah faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya tidak dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir.
(2) Faktor-faktor yang berasal dari dalam iri si pelajar, dan ini pun dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:
(a) Faktor fisiologis
Faktor fisiologis ini masih dapat dikatakan melatarbelakangi aktivitas belajar; keadaan jasmani yang kurang segar; keadaan jasmani yang lelah berbeda pengaruhnya daripada yang tidak lelah.
(b) Faktor Psikologi
Faktor psikologi memberikan perhatian khusus mengenai hal yang mendorong aktivitas belajar itu, hal yang merupakan alasan dilakukannya perbuatan belajar.

Beberapa Konsepsi Atau Teori Belajar
Ikhtisar menngenai teoru-teori belajar
Molecular Molar
1. koneksionisme
2. pavloviorisme
3. behavioisme
4. Neo-behaviorisme
5. teori-teori stimulus respons 1. Gestalt
2. Neo-Gestalt
3. Medan
4. Organismik

Hilgard (1948) menunjukkan lima macam perbedaan antara kedua kelompok teori itu, yaitu:
(1) environmentalisme versus nativisme, yakni teori-teori molecular environmentalistis, teori-teori molar nativistis.
(2) the nature of wholes and parts, yakni teori-teori molecular mementingkan bagian-bagian, teori-teori molar mementingkan keseluruhan.
(3) reaction and cognition, yakni teori-teori molecular mementingkan reaksi, teori-teori molar mementingkan kognisi.
(4) mechanism versus dynamic equiloibrium, yakni teori-teori molecular mementingkan mekanisme, teori-teori molar mementingkan dynamic equilibrium.
(5) historical versus contemporary causition, yakni teori-teori molecular bertinjauan historis, teori-teori molar bertinjauan kekinian.
Selanjutnya berikut ini akan dikemukakan macam-macam konsepsi ataupun teori-teori yang mengenai belajar itu, dengan dipilih mana yang lebih berguna untuk praktek pendidikan:
1. Konsepsi-konsepsi yang disusun atas dasar pemikiran spekulatif
a. Belajar menurut ahli-ahli golongan skolastik
Menurut pendapat aliran skolastik, belajar itu pada hakikatnya ialah mengulang-ulang bahan yang harus dipelajari. Inti belajar menurut golongan skolastik adalah mengulang.
b. Belajar menurut golongan kontra reformasi
Ahli-ahli dari golongan kontra reformasi pada hakikatnya melanjutkan apa yang telah dirumuskan oleh ahli-ahli skolastik, jadi mereka menganggap sebagai inti kegiatan belajar adalah ulangan.
c. Belajar menurut konsepsi ahli-ahli psikologi daya
Para ahli aliran psikologi daya memikirkan jiwa dianalogikan dengan raga atau jasmani. Sebagaimana raga atau jasmani itu mempunyai tenaga atau daya, maka jiwa juga dianggap memiliki daya-daya, misalnya daya untuk mengenal, daya mengingat, daya berkhayal, daya berpikir, daya merasakan, daya menghendaki, dan sebagainya.
d. Pendapat Herbart
Herbart menentang konsepsi psikologi daya yang dipandangnya tidak bersifat ilmiah, karena psikologi daya tersebut tidak dapat menerangkan kehidupan jiwa. Herbart menghendaki supaya psikolologi mampu menerangkan kehidupan jiwa. Untuk itulah dia mengemukakah teorinya yang terkenal dengan teori tanggapan (vorstellungstheorie).
2. Ebbinghaus merintis cara pendekatan eksperimental
Hermann Ebbinghaus, sesuai dengan situasi zamannya, telah merintis cara pendekatan eksperimental dalam membahas masalah belajar ini. Dari hasil eksperimennya dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kmonsepsi Ebbinghaus inti daripada belajar itu adalah ulangan.
3. Teori Thorndlike: Koneksionisme atau Bond-Psychology
Thorndlike adalah salah seorang tokoh dalam lapangan psikologi pendidikan yang besar pengaruhnya. Dalam tulisannya yang mula-mula sekali Thorndlike berpendapat, bahwa yang menjadi dasar belajar itu ialah asosiasi antara kesan pancaindra (sense impresion) dengan impuls untuk bertindak (impuls to action). Asosiasi yang demikian itu disebut Bond atau Connection. Asosiasi atau bond atau koneksi itulah yang menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya atau hilangnya kebiasaan-kebiasaan. Karena prinsip yang demikian itu, maka teori Thorndlike itu disebut Connectionism atau Bond Psychology. Menurut Thorndlike, belajar pada manusia itu berlangsung menurut tiga macam hukum belajar pokok, yaitu:
a. Law of readiness
Law of readiness adalah prinsip tambahan yang menggambarkan taraf fisiologis bagi law of effect. Hukum ini menunjukkan keadaan-keadaan di mana pelajar cenderung untuk mendapatkan kepuasan atau ketidakpuasan, menerima atau menolak sesuatu. Jadi sebenarnya readiness itu adalah persiapan untuk bertindak, ready to act. Thorndlike memberikan ilustrasi mengenai hukum tersebut demikian:
- Hewan mengejar mangsanya, siap untuk menerkam dan memakannya.
- Seorang anak melihat sesuatu barang yang sangat menarik di kejauhan, siap untuk menghampirinya, memegangnya, dan mempermainkannya.
b. Law of exercise
Hukum ini mengandung dua hal, yaitu:
(1) Law of use, hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat kalau ada latihan
(2) Law of disuse, hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan atau penggunaan dihentikan.


c. Law of effect
Hal ini menunjukkan kepada makin kuat atau makin lemahnya hubungan sebagai akibat daripada hasil respons yang dilakukan. Apabila suatu hubungan atau koneksi dibuat dan disertai atau diikuti oleh keadaan yang memuaskan, maka kekuatan hubungan itu akan bertambah, sebaliknya apabila suatu koneksi dibuat dan disertai atau diikuti oleh keadaan yang tidak memuaskan, maka kekuatan hubungan itu akan berkurang.
Ketiga hukum yang telah dikemukakan itu adalah hukum-hukum pokok atau hukum-hukum primer (primary-laws). Kecuali ketiga hukum-hukum primer itu Thorndlike mengemukakan pula lima macam hukum-hukum subsider atau hukum-hukum minor. Kelima hukum-hukum tersebut merupakan prinsip-prinsip yang penting di dalam proses belajar, akan tetapi tidak sepenting hukum-hukum primer. Adapun kelima hukum subsider tersebut adalah:
(1) law of multiple respons,
(2) law of attitude (law of set, law of disposition),
(3) law of partial activity
(4) law of response by analogy
(5) law of associative shifting
4. Pavlionisme: Classical Conditioning
Nama pavlionisme ini diberikan berdasarkan nama peletak dasar aliran ini yaitu Ivan Pavlovitch Pavlov (1849-1936). Adapun penelitiannya yang khas adalah sebagai berikut:
Anjing dioperasi kelenjar ludahnya sedemikian rupa sehingga memungkinkan si peneliti untuk mengukur dengan teliti air liur yang keluar sebagai respons (reaksi) apabila ada perangsang makanan ke mulutnya. Hasilnya:
(a) pada waktu melihat piring makanannya
(b) pada waktu melihat orang yang biasa memberikan makanan, dan bahkan,
(c) pada waktu mendengar langkah orang yang biasa memberikan makanan itu.
Eksperimen di atas di ulang-ulang dengan berbagai variasi. Ringkasnya eksperimen tersebut adalah sebagai berikut:
a. Anjing dibiarkan lapar, setelah itu mentronom dibunyikan anjing mendengarkan benar-benar terhadap bunyi mentronom itu. Setelah mentronom berbunyi selama 0 detik, makanan diberikan dan terjadilah refleks pengeluaran air liur.
b. Percobaan tersebut diulang-ulang berkali-kali dengan jarak waktu 15 menit.
c. Setelah diulang 32 kali, ternyata bunyi mentronom saja telah dapat menyebabkan keluarnya air liur dan ini bertambah deras kalau makanan diberikan.

5. Behaviorisme
Tokoh utama aliran ini ialah J. B. Watson. Dasar-dasar pendapat Watson:
a. Masalah objek psikologi
b. Masalah metode
c. bagian teori Watson yang terpenting
(1) Teori sarbon (Stimulus and response bond theory)
Tingkah laku yang kompleks ini dapat dianalisis menjadi rangkaian “Unit” perangsang dan reaksi (stimulus and response), yang disebut refleks.

(2) Pengamatan dan kesan (sensation and perception)
Karena tidak dapat menerima pendapat bahwa kesadaran itu ada pada hewan, maka Watson berpendapat bahwa kita tidak berhak berbicara tentang hewan, melihat, mendengar dan sebagainya.
(3) Perasaan, tingkah laku dan afektif
Watson berpendapat, bahwa hal senang dan tidak itu adalah soal senso-motoris. Dia ingin mengetahui apakah ada reaksi emosional yang dibawa sejak lahir. Untuk keperluan ini dia melakukan penyelidikan terhadap berpuluh-puluh bayi yang dirawat rumah sakit dan mendapatkan adanya tiga macam pola tingkah laku emosional (dalam arti yang dapat diamati); yaitu reaksi-reaksi emosional: (1) takut, (2) marah, (3) cinta
6. Teori Skinner: Operant Conditioning
a) Respondent response (reflexive response), yaitu respons yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu.
b) Operant response (instrumental response), yaitu respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu.


7. Teori Gestalt
Berlawanan dengan aliran-aliran asosiasi yang bersifat molecular, aliran ini menekankan pentingnya keseluruhan. Pokok pikiran aliran ini ialah:
(1) Gestalt mempunyai sesuatu yang melebihi jumlah unsur-unsurnya, dan
(2) Gestalt itu timbul lebih dulu daripada bagian-bagian.
Hukum-hukum Pengamatan (Hukum-hukum belajar menurut aliran Gestalt
Hukum Pragnanz
Di dalam bahasa Jerman, Pragnanz dijelaskan sebagai knapp, und doch viel sagend. Hukum Pragnanz ini menunjukkan tentang berarahnya segala kejadian, yaitu berarahnya segala kejadian, yaitu berarah pada Pragnanz itu, yaitu sesuatu keadaan yang seimbang, suatu Gestalt yang baik. Gestalt yang baik, keadaan yang seimbang ini mencakup sifat-sifat keturunan, kesederhanaan, kestabilan, simetri dan sebagainya.
8. Belajar Menurut Teori Medan
Kurt Lewin, bapak teori Medan, mula-mula adalah pengikut aliran psikologi Gestalt mazhab Berlin, akan tetapi yang kemudian mengambil jalan sendiri, terutama dalam penelitian mengenai motivation. Penggunaan teori Medan dalam belajar:
1) Belajar sebagai perubahan dalam struktur kognitif. Apabila seseorang belajar, maka pengetahuannya akan bertambah.
2) Hadiah dan hukuman menurut interpretasi Kurt Lewin. Ahli-ahli yang mengikuti / enerima law of effect dan law of reinforcement sering kali menganalisis sampai mengangsur lingkungan atau keadaan yang mendororngpelajar untuk mendekati hadiah dan menjauhi hukuman.
3) Masalah berhasil dan gagal. Pengalaman sukses dan gagal itu bersifat individual. Kejadian yang sama mungkin dialami sebagai sukses oleh seseorang, sedang oleh orang lain mungkin dialami sebagai kegagalan.
4) Sukses membawa mobilisasi energi cadangan.

9. Pendirian Eklektik
Telah dikemukakan bahwa memang belum ada kesatuan pendapat di antara para ahli mengenai bagaimanakah belajar itu terjadi. Bermacam-macam konsep atau teori telah disusun para ahli. Dari hasil penalaran, yang dapat kita simpulkan adalah bahwa perbedaan antara pandangan yang satu dengan yang lainnya banyak sekali timbul karena berbeda sudut pandangnya, atau hanya perbedaan aksentuasi kadang-kadang.
8. PENILAIAN HASIL-HASIL PENDIDIKAN
1. Masalah penilaian hasil-hasil pendidikan bukanlah masalah baru; ujian adalah cara yang paling umum dilakukan dalam usaha tersebut. Sejak manusia melakukan usaha mendidik anak-anaknya, pastilah mereka telah pula melakukan sesuatu usaha untuk menilai hasil-hasil usaha mereka dalam mendidik anak-anak mereka walaupun dengan usaha yang sangat sederhana sekali. Memang tindakan tersebut adalah wajar dan tidak dapat dipisahkan dari usaha pendidikan itu sendiri. Penilaian merupakan salah satu aspek yang hakiki daripada usaha.
2. Rapor sebagai perumusan terakhir sesaat daripada hasil-hasil pendidikan. Maksud penilaian hasil-hasil pendidikan itu adalah sejauh manakah kemajuan anak didik. Hasi dari pendekatannya lalu dinyatakan dalam suatu pendapat yang perumusannya bermacam-macam.
3. Fungsi penilaian dalam proses pendidikan:
a) Dasar psikologis
Di dalam setiap usaha manusia pada umumnya selalu dibutuhkan penilaian terhadap usaha-usaha yang telah dilakukannya, yang berguna sebagai usaha orientasi untuk menghadapi usaha-usaha yang lebih jauh.
(1) Ditinjau dari segi anak didik
Secara psikologis, anak butuh mengetahui statusnya di antara teman-temannya; apakah kiranya dia tergolong anak pandai, sedang, dan sebagainya. Terkadang juga seorang anak butuh membandingkan dirinya dengan teman-temannya, dan alat untuk ini yang dipandangnya paling baik adalah pendapat pendidik khususnya guru terhadap kemajuan mereka.
(2) Dipandang dari segi pendidik
Sebagai pendidik yang profesional yang melaksanakan tugas mendidik yang dipikulkan kepadanya, guru juga butuh pengetahuan hasil-hasil usahanya itu sebagai pedoman dalam menjalankan usaha-usaha yang lebih lanjut.

b) Dasar didaktis
(1) Ditinjau dari segi anak didik
Pengetahuan akan kemajuan yang telah dicapai pada umumnya berpengaruh baik terhadap pekerjaan-pekerjaan selanjutnya, artinya menyebabkan prestasi-prestasi selanjutnya lebih baik. Dengan penilaian itu pada intinya menunjukkan sampai di manakah murid itu berhasil dan gagal. Jadi murid tahu akan kekuatan dan kelemahannya; dan dengan guru, dia akan dapat mempergunakan kemampuannya itu untuk kemajuan prestasinya.
(2) Ditinjau dari segi guru
Dengan menilai hasil atau kemajuan murid, pada dasarnya guru tidak hanya menilai usaha muridnya saja, tetapi sekaligus menilai usahanya sendiri.
c) Dasar administratif
Orang menilai hasil-hasil pendidikan itu juga mempunyai dasar administratif. Dengan adanya penilaian yang rumusan terakhirnya berwujud rapor itu.

4. Teknik Penilaian
Syarat-syarat penilaian yang baik:
a. Tes itu harus reliable,
b. Tes itu harus valid,
c. Tes itu harus objektif,
d. Tes itu harus diskriminatif,
e. Tes itu harus Comprehensive, dan
f. Tes itu harus mudah digunakan.
Bentuk-bentuk penilaian:
a. Tes Subjektif. Tes ini sukar sekali (kalau tidak dapat dikatakan tidak mungkin) dinilai secara cepat. Penilai yang sama kerap kali memberikan nilai yang berlainan terhadap sesuatu pekerjaan jika sekiranya dia harus memberi nilai dua atau tiga kali dengan jarak waktu tertentu. Tes ini juga sukar untuk dapat Comprehensive. Sukar sekali bagi seseorang untuk dapat menyelidiki bahan yang luas.
b. Tes objektif. Tes yang dibicarakan dalam konteks ini adalah klasifikasi yang paling umum diikuti orang yang menggolongkan tes itu menjadi empat macam:
1. tes kepribadian (personality test)
2. tes inteligensi atau sering kali disebut tes inteligensi umum (general Intelligence test)
3. tes bakat khusus (special ability test)
4. tes sekolah atau tes prestasi atau tes hasil belajar (schoolastic test, acheivement test)
Jadi, tes yang dibicarakan di sini adalah tes sekolah atau tes prestasi. Menurut bentuknya, tes sekolah ini masih dapat dibedakan lagi menjadi beberapa macam, yaitu:
a) Tes benar-salah atau tes ya-tidak (true-false test, yes-no test). Tes ini adalah tes objektif yang paling terkenal. Tes ini paling mudah disusun tapi juga paling banyak hal-hal yang harus dipertimbangkan supaya dapat dikatakan tes yang baik. Kelemahan tes ini adalah:
1. tes ini membuka kemungkinan dan mendorong untuk menerka.
2. rendah reliabilitasinya
3. sukar untuk membebaskan diri dari kekaburan (sulit untuk menyusun item yang benar-benar jelas).
4. sukar untuk menyusun item yang benar-benar benar atau yang benar-benar salah.
b) Tes pilihan berganda (multiple choice test). Item dalam tes ini terdiri dari suatu pertanyaan atau pernyataan yang belum selesai, diikuti oleh sejumlah kemungkinan jawaban. Tes bentuk ini bermacam-macam variasinya, antara lain:
1. Mengandung hanya satu jawaban yang benar
2. tiap kemungkinan yang diberikan sedikt banyak mengandung kebenaran, dan si testee harus memilih jawaban yang paling tepat.
Kebaikan dan kelemahan tes pilihan berganda ini adalah:
1. tes ini dapat disusun untuk meneliti secara efektif kemampuan pelajar untuk membuat taksiran, melakukan pemilihan, mendiskriminasikan, menentukan pendapat, menarik kesimpulan.
2. cara penilaian mudah dan cepat dilakukan secara objektif.
3. faktor terkaan (menebak-nebak) dapat dihilangkan atau setidaknya dapat dikurangi sampai minimal.
Selain daripada itu, kelemahannya antara lain:
1. tes ini digunakan hanya sebagai usaha untuk menilai ingatan saja.
2. untuk menyusun tes pilihan berganda yang benar-benar baik adalah sukar.
3. memakan banyak waktu dan tenaga untuk menyusunnya.
c) Tes membandingkan atau menyesuaikan (matching test)
Tes membandingkan ini adalah tes di mana disediakan dua kelompok bahan dan testee harus mencari pasangan-pasangan yang sesuai antara kelompok pertama dan kelompok ke dua, sesuai dengan petunjuk pada tes itu.
Kebaikan dan kelemahan tes ini adalah:
1. tes ini dapat dipergunakan untuk berbagai hal
2. tes ini relatif mudah disusun
3. dapat dinilai dengan mudah, cepat dan objektif
Kelemahannya:
1. tes ini sering kali hanya menekankan pada ingatan saja.
2. kurang untuk menilai masalah pengertian dan kecakapan untuk membuat tafsiran.
3. sering kali tidak sengaja masuk hal yang sebenarnya kurang perlu dan kurang penting.
d) Tes isian
Tes isian ini biasanya berbentuk ceritera atau karangan, di mana kata-kata penting tertentu tidak dinyatakan dan si testee diminta mengisi bagian-bagian yang kosong. Kebaikan dan kelemahan tes ini adalah:
1. dengan tes isian ini, masalah yang diujikan disajikan keseluruhannya, dalam konteksnya
2. baik untuk mengetahui pengetahuan si pelajar secara utuh mengenai suatu bidang
3. mudah disusun
Kelemahannya:
1. terlalu banyak makan tempat dan waktu
2. kurang Comprehensive, hanya dapat mencakup sebagian saja (mungkin sebagian kecil) daripada bahan yang harus dipelajari.
3. sering kali tes isian ini hanya untuk kecakapan mengingat-ingat, sedangkan kecakapan yang lain kurang mendapat sorotan.
e) Tes melengkapi
Tes ini mirip dengan tes tipe isian. Tes ini berwujud kumpulan kalimat-kalimat yang belum selesai, yang satu dengan yang lain tidak berhubungan langsung. Kebaikan dan kelemahan tes ini adalah:
1. syarat Comprehensive dapat dipenuhi, karena sekaligus bahan yang cukup luas dapat diselidiki.
2. sangat mudah disusun.
3. dalam perbandingan, tes ini lebih hemat waktu, ruang dan tepat.
4. dapat dipakai dalam bermacam-macam tujuan, misalnya untuk menyelidiki ingatan, pengetahuan mengenai sebab-akibat, pengetahuan mengenai alasan, jalan pikiran, dan lain sebagainya.
Kelemahannya:
1. karena sangat mudah disusun, biasanya lalu kurang hati-hati atau kurang teliti disusun.
2. sering kali masuk hal-hal yang sebenarnya kurang penting dan perlu.
3. yang paling sering dilakukan orang dengan tes melengkapi hanya penyelidikan mengenai ingatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar